STAI Persis Garut – Persatuan Islam (Persis), ialah salah satu organisasi masyarakat yang lahir di Indonesia pada masa pra-kemerdekaan. Bermula dari kegelisahan terhadap menyeruaknya hal-hal bid’ah; keyakinan mistis; takhayul; dan pemahaman khurofat; di tengah masyarakat, Persis hadir, dengan K.H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus sebagai dalang utamanya, bertujuan untuk mengembalikan masyarakat pada ajaran Quran dan Sunnah yang benar.

“Tujuan tersebut, sejatinya merupakan tujuan yang mengabadi, mendarah daging dalam tubuh dan perjalanan Persis itu sendiri.” tutur Asri Nurhuda, Ketua Umum Pimpinan Komisariat (PK) Himi Persis STAI Persis Garut periode 2021-2022, yang menjadi pemateri dalam forum Kajian Diskusi (KADUS) Himi Persis PK STAIPI kemarin (29/10/2021).

Kajian tersebut ialah kajian edisi kedua, bertempat di Masjid Akhwat Kampus STAI Persis Garut. Antusiasme dan partisipasi para kader ataupun calon kader juga terukur cukup memuaskan, dengan jumlah kehadiran yang mencapai 30 orang.

Asri Nurhuda juga menjelaskan bahwa dalam merealisasikan tujuannya, para tokoh Persis atau ketua umum Persis dari masa ke masa memiliki corak gerakan yang tak sama. A. Hassan yang dikenal sebagai guru besar pertama Persis lebih banyak bergerak dalam persoalan keagamaan dan ilmu-ilmu fiqih; M. Natsir bergelut di bidang politik hingga disebut sebagai politikus Persis; K.H. Isa Anshori mencakup corak gerakan A. Hasan dan M. Natsir sehingga disebut sebagai tokoh representasi; K.H. E. Abdurrahman fokus pada bidang pendidikan dan disebut sebagai ulama besar Persis kedua setelah A. Hasan; K.H. Latief Mukhtar  berorientasi pada intelektualitas umat serta pergerakannya yang progresif; dan K.H. Shiddiq Amin yang menitikberatkan pada kemajuan dan perkembangan pesantren-pesantren Persis.

Selain Persis, pada masa pra-kemerdekaan saat itu marak pula berdiri organisasi-organisasi lain di Indonesia, seperti Budi Utomo; juga organisasi yang sama-sama berlandaskan pada ajaran Islam seperti Muhammadiyah, NU, dan Al-Irsyad.

Dalam kajian diskusi kemarin, seluruh hadirin ditugaskan untuk menjelaskan sekilas materi mengenai organisasi-organisasi tersebut secara berkelompok. Materi yang dimaksud mencakup sejarah berdirinya; biografi tokoh-tokohnya; corak gerakannya; dan eksistensinya hari ini di Indonesia. Pemaparan kelompok serta diskusi atau tanya jawab pun berjalan cukup lancar.

Di penghujung kajian, Asri Nurhuda menyampaikan seutas nasihat tersirat yang sangat bermakna, mengingatkan iltizam para kader Himi Persis sebagai penuntut ilmu sejati, “Pengetahuan mengenai hal ini (sejarah organisasi-organisasi massa di Indonesia) menjadi penting, bagi mereka yang menganggapnya penting. Dan menjadi tidak penting, bagi mereka yang menganggapnya tidak penting. Semoga, kita tidak menjadi golongan yang kedua.”

Innamaa al-‘ilmu bit-ta’allum (Fitri Nurlaeli Sakina / Bidgar Kajian Ilmiah PK HIMI STAI Persis Garut)